Puisi untuk Pengamen di Hari Minggu

Aku melihatmu di sayup-sayup sesak bus kota
sedang memainkan balada tentang hidup manusia,
di percik lirikmu tersimpan aforisme bahwa manusia jangan menyerah,
separah perangah luka yang timbul muncul terus muncul tak pernah lelah

Saat itu, rasanya kau seperti tahu perasaanku di hari minggu itu,
bahwa hidupku sedang susah dengan cobaan Tuhan yang ber-adhesi dengan runtutan peristiwa akhir-akhir ini
Bahwa minggu lalu kakak perempuanku telah patah kakinya, bahwa dengan begitu terselip ketakutan bahwa ia tidak akan lagi berjalan dengan kakinya
Bahwa, selain itu baru saja, sebelum naik bus ini
aku bertengkar hebat dengan kakakku yang lain tentang masalah yang sangat prinsipil
Bahwa aku yang telah menyakini bahwa sebelumnya aku sangat bahagia
tapi kuanggap pernyataain itu Tuhan telah mematahkannya
degan sangat mudah

Tapi kau, si pengamen itu, bernyanyu dengan senyum bujuk rayu
agar orang-orang yang melihatmu ikut tersenyum juga
Tanpa ada seorang pun tahu, bahwa bisa saja kau punya kesedihan yang mendera-dera
semisal istrimu di rumah yang sedang sakit parah,
atau bayaran sekolah anakmu yang menunggak berbulan-bulan lamanya

Kita tak pernah tahu, kisah siapa yang lebih sedih dari kisah siapa,
tapi dengan mendengar lagumu dan melihatmu,
aku jadi tahu bahwa senyum adalah obat yang paling manjur untuk menyembuhkan berbagai luka

Tuhan, aku menyesal,
bukan karena apa yang telah engkau campur baur dalam hidupku,
tetapi karena aku sudah mengeluh dengan mengeluarkan beribu-ribu peluh


Desember 2010