SERENADE

: Kepada yang hilang begitu saja

Oh ya, dulu kita pernah bersepakat bahwa kita punya lagu kesukaan
Tapi di balik punggungku yang kelam, diam-diam kamu sibuk membuat nisan
Yang terbuat dari kuku-kuku jarimu yang lenggang

Pada nisan itu, kalimat paling atas tertulis:
Lahir                      ; Tanggal 32 Bulan Janus Tahun Domba
Mati                       ; Tanggal 32,5 Bulan Janus Tahun Domba
Tempat                   ; Sama-sama maya

Bukankah jangka waktu yang terlampau sempit? Jarum jam pun tak muat dikepit
Dan arlojiku pun tertawa kemudian kecewa,
menyaksikan kehidupan yang bersebentar sedemikian sekon telah kamu rencanakan,
berdegup di katub-katub usia malam penuh irama

Aku juga masih ingat segala bentuk petikan suara musikmu yang menderau parau,
yang tiap malam kuserap melalui gendang telinga hingga purnama rela jatuh ke selimut tidurku yang kronis dengan motif garis-garis sinis
Namun sekejap suara itu berhenti di bawah kubur-kubur keramat yang susah payah kamu rawat,
Bersinggungan sekali dengan telingaku yang hampir lumat tersesat

Ingin sekali tidak percaya bahwa kamu telah menggali ingatanku, mengoreknya satu per satu
Kemudian tanpa jejak, do-re-mi itu pun telah tak bernafas lagi
Kamu telah mencuri lubang hidungnya,
Mengambil paru-parunya sebelum sempat kutarik nafas pada birama tiga per lima
Sebelum sempat habis kuhapal lirik-lirik kematian itu
Lalu menyanyikannya di area penuh daun trembesi yang menjulang-julang tinggi

Baru saja ingin kukatakan “Tunggu dulu, Aku punya sesuatu!”

Karena di dalam sakuku, sudah aku siapkan ramuan dari salah satu rusuk yang telah kutumbuk sedemikian rupa, aromanya menggeliat hingga penjaga parkir di istana menciumnya dan meniupkan peluitnya agar jam ini berhenti mengalir seperti air yang mendadak beku

Baru saja ingin kuserahkan padamu sekelumit gingsulku yang mendera-dera, melaporkan bahwa aku baru saja kehilangan gigiku yang paling berharga, tak ada pengaruhnya mungkin untukmu
Tapi masih lebih baik sakit gigi kan daripada sakit hati? Atau sebaliknya?
Entahlah, aku tak paham tentang jenis-jenis rasa sakit, tapi aku tahu rasanya, saat serenade menjelma menjadi udara yang digelung badai pada musim yang tak pernah bisa aku namai

Saat kamu cepat sekali tercebur pada ombak yang menghisap segala apapun yang berwarna tertentu seperti dalam mitos dan dogeng jaman dahulu

Aku menyesal kenapa kamu begitu, kenapa kamu menghilang saat serenade mengiang-ngiang gamang
Atau mungkin aku lupa, serenade itu hanya parade berdurasi nol koma lima waktu di dunia yang berdomisili maya


(di pikiranku sendiri)
Juli 2011