Aku akan pergi sebelas hari dan (tidak) akan sakit

: Ibu

Berapa kecewa lagi yang mesti kau habiskan untuk menungguku pulang?
Masih adakah segala udara yang menemanimu
pada malam malam tidurmu yang tidak teratur
karena jadwal buang air yang terurai tanpa rencana?
Aku merasa bersalah, tapi harusnya kau tahu
Kecewaku tak kalah kecewanya dengan kecewamu
Bahkan aku tak sanggup menahan segala gelisah yang mengendap setiap hari
di mata, hidung, telinga, atau di sarung bantalku yang kesepian

Apakah kau dengar juga? aku mengirim salam pada semangkuk nasi
yang kau makan tadi pagi
Aku mengirim segala bentuk isyarat asal kau tahu
Tapi apakah kau merasa? saat kau bersin
aku menghirup debunya juga
Aku mencium bau mulutmu yang khas
Aku hapal wajahmu yang cemas
Aku ingat setiap gurat ekspresi
di sekujur rautmu yang layur
Aku kenang segala perintah yang mungkin sering aku bantah
Aku mengingatnya, bahkan segunduk resah itu
terkirim juga ke tenggorokanku
lalu tanpa sadar, perlahan menahan molekul molekul mimpi
untuk masuk dan bersarang di bawah alam sadarku yang pintunya jarang aku kunci
untuk sekedar membiarkanmu
atau sengaja memintamu datang mengelus rambutku yang dingin
dan mengatakan bahwa aku akan baik baik saja
sampai aku nanti tiba di rumah


2011
Saat kita berada di tempat yang jauh, namun masih mampu untuk saling mengingat