Puisi untuk tukang las di depan rumahku


Percik-percik itu kau namakan sebagai
sesuap nasi
yang menambal lubang pada
usus anak istrimu

Kadang kau pun tak ingin memikirkan
tentang ketakutanmu bahwa bisa saja
percik itu melahap salah satu
atau
kedua penglihatanmu

atau suatu hari,
percik itu bisa saja menjelma
menjadi luka bakar yang bekasnya terus ada--menjadi tatto kekal

tapi setidaknya,
ada satu hal yang dapat menghiburmu
tentang apa yang kau kerjakan
dan itu adalah suatu hal yang sangat membanggakan
yaitu,
ketika istrimu menyapa di pagi hari,
mencium punggung tanganmu,
berdiri di ambang pintu sambil berbisik
"Bapak ganteng sekali dengan kacamata hitam itu."

Lalu, sepanjang hari kau tersenyum-senyum sendiri
menikmati percik-percik itu dengan sarung tanganmu
yang tebal terisi oleh kenangan-kenangan saat
kau menerima gaji pertama
yang seluruhnya kau berikan
pada istrimu
yang setia menunggumu pulang
di beranda rumah

Kau mulai mengganggap bahwa itu adalah pekerjaan paling keren
karena beribu kecepatan cahaya mengiringi
tubuh hitammu
yang sering dibakar suhu


Kemudian, ketika kau pulang ke rumah,
seplastik matahari sudah ada di genggamanmu,
dengan porsi dua orang yang telah kau sulap
menjadi porsi empat orang

Anak istrimu tertawa girang

Kau juga,
panasnya bara di tubuhmu hilang seketika--
tak pernah kau coba rasa-rasa


2011