puisi untuk seorang ayah yang ditinggal mati anaknya

rasanya terlalu pagi jika sulur sulur itu hanya berhenti sampai sini
dimakamkan dalam laci-laci kremasi yang berbau nyinyir
kita memang sama-sama tahu, bahwa tak ada yang dapat melawan usia
tapi begitu luka jika kuingat lagi bagaimana takdir memintamu moksa

anakku, buat apa aku begitu tabah bila kau sudah tak betah?
atau bisa saja betah tapi malaikat-malaikat itu merebutmu dari sisiku
mempermainkanmu dalam surga yang entah di telapak kaki siapa

rasanya baru sepersekian menit kita bermain kuda-kudaan tadi malam
kau berdiri di punggungku seolah terbuat dari baja
padahal ringkih jika kau temukan remah-remah tulang itu di dalam bajuku

lalu kau tertidur karena kelelahan bermain, aku menggotongmu lagi seolah
aku lupa kau sudah sekian puluh kilogram beratnya
seperti dalam film drama: sang ayah yang mengecup kening anaknya
yang sedang tertidur pulas lalu setelah itu kembali ke meja kerja
mengerjakan ini itu,
dan menyimpan- terpaksa menyimpan -cintaku yang kusut
itu dalam laci -menyimpannya lama- hingga membusuk tak pernah lagi terbuka


" Selamat tidur untuk anakku yang lebih dulu tertidur..."




2011