Planetarium

pukul 16: 43. lampu lampu padam, kursi kursi berjatuhan bersama punggung-punggung yang lurus. dan ia menyala! ia menyala!

makhluk bulat bentol-bentol itu yang berperan sebagai raja melotot ke langit lengkung. menaburkannya dengan airmata bewarna keperakan, serupa titik-titik yang bisa disulap menjadi apa saja: dewi padi, pegasus, timbangan, atau barangkali manusia air. ah itu hanya permainan orang yunani kuno. lupakan dulu tentang mereka, lalu belajarlah tentang hawa dingin yang bisa mematikanmu jika kau menginjak salah satu dari mereka yang cahayanya amat meneduhkan.

tengoklah ke arah timur, dapat kau temukan di ufuk rajawali telah menyebarkan radiasi kekuningan itu. pada pukul tujuh mungkin kau akan kehangatan, tapi jangan sesekali mencelupkan jarimu saat tepat ada di ujung rambutmu.

kau lupa, bahwa kau telah mempunyai sembilan tetangga yang sama bulatnya namun beda suhunya. begitupun mungkin bentuknya. barangkali ada satu tetangga kita yang orang kaya, ia memakai perhiasan dan pakaiannya mewah mengkilap-kilap seperti salju yang ditimpa matahari. betapa hawa dingin yang kau bayangkan bukanlah dingin yang sesungguhnya, namun melepuh pada lepuhan yang tak terkira panasnya. lalu nafas yang kau dambakan sungguh tak disediakan disana. demikian kenapa kita bertempat tinggal di alamat ini. 

dan pada waktu yang mungkin tidak bisa kita duga, bahwa kau sebenar-benarnya berputar penuh stau putaran selama sehari. namun diam telah menancapkan kakimu pada angkuh mahabumi hingga kau tak perlu takut terjauh atau terpelanting jauh pada semesta yang asing.

pukul 17.40, malam berubah menjadi benderang dan bintangbintang itu keluar dari bingkai mata, namun salah satu cahayanya berhasil sembunyi di kelopakmu dan mengantarkanmu pulang pada sebuah rasa syukur.


2011