Belaka




aku menemukan banyak kata 'belaka' dalam buku puisinya, selain itu semenjana dan leher menjadi sarapan yang terkepung pada setangkup kata-katanya

sungguh aku mungkin tak tahu bagaimana ia mencipta kata sebagai mimpi buruk dan ironi secara bersamaan. hujan, salju, serta kemarau kuduga menjadi pendukung dan pelindung bagaimana sebuah sajak dilahirkannya.

seperti dalam salah satu sajaknya yang berjudul 'belaka',  "..dengan sederhana aku berupaya mencintaimu, seperti tirai hujan Oktober yang rajin membungkus pohon mangga di dekat jendela kamarku. maafkan aku, aku belum mencintaimu, seperti kaki-kaki hujan yang malas menancapkan diri ke halaman sebuah toko cindera mata di kemang.."

diciptakannyalah sebuah kenyataan baru bahwa hujan pun memiliki semacam tirai yang turun membasahi bebuahan dan pepohonan di dekat jendela sebuah kamar. karena tak ada satupun penghalang yang membuat hujan tak rela jatuh ke dedahan, pepohon di bawah langitNya. namun untuk mencintai rasanya tidak semudah itu, tidak semudah tirai hujan membungkus pohon mangga, namun ada semacam perasaan semisal atap-atap  di toko daerah Kemang yang tidak mengijinkannya untuk basah dan ditelanjangi oleh kaki-kaki hujan, atau segalanya tidak sesederhana yang dianggap sederhana.

dan di akhir kata-katanya, ada sebuah permintaan maaf, memang demikian seharusnya sajak itu berkahir dengan keminta-maafan dan kerendahhatian agar semuanya tak menjadi 'belaka'.


2012