Perjalanan Menuju Rumah

Gelak bus kota tak lagi ada di kota ini
Semakin miris saja wahai kau yang yang kutemukan di kaki-kaki jembatan  

Derap sepatu, runcing hujan, dan bau pendingin, 
memaksaku untuk mengingat lagi tentang senyapnya keresahanku yang menjauh darimu

Aku hapal betul bagaimana suara rerayap di halte yang mengerubung redup nyala lampu, 
sayup nyala kalbu

Mari kita tertawakan apa saja yang membikin sakit!
Karat udara, sayapku yang tak juga tumbuh, kudis para pengemis, 
atau irama kopi dangdut dari kotak musik para bebanci di bawah lampu merah, 
kemudian
Kau rasakan keresahanku jugakah?
Atau segala ini tak ada di kotamu?

Barangkali nanti akan kuceritakan lagi bagaimana seseorang
menjadi pesakitan, tentang sembilan nyawa yang ia hisap melalui lambung angan kacaunya

Aku menangis bukan lantaran tak ada lagi kebahagiaan, bukan lantaran
tak ada lagi yang bikin senang

Namun kecewa ini? Siapa yang bisa sembuhkan?
Aku terlantar di perjalanan, tersesat menuju rumah yang lama kukenal.


2012