Rambutan

Sebelum berangkat ke kampus
Kusempatkan menulis puisi barang sebaris dua baris
Sebab aku taktahan
Seperti menelan biji rambutan
Yang tertohok di tenggorokan
Aku akan menulis puisi mungkin untuk rindu
Yang taktahu diri memakan segala waktu
Segala ruang di hatiku
Ah, apa aku terlihat picisan?
Bukan, bukan itu yang kumau
Aku mau biji rambutan ini segera keluar
Dari tenggorokanku
Mungkin akan menggelinding entah kemana
Mungkin ke matamu
Atau ke sekolan
Biarlah, nanti kalau di perjalanan
Dan kutemukan pohon rambutan
Akan kukembalikan lagi ke asalnya
Tempat rambutan tanpa biji
Hanya daging dan kulitnya yang merah
Ranum dan matang
Yang kutemukan di dahan tak berdaun
Di dekat kampusku, di sekat mataku
Bersama itu kudengar waktu menangis juga
Ia mengaku telah kehilangan detiknya,
Seperti rambutan, kehilangan bijinya

Januari 2012