tentang macet di kotaku

malam ini, jakarta nampak seperti secangkir kopi panas tanpa gula
ada yang berdesir di sana, membicarakan tentang kepahitan-kepahitan
bahwa mungkin bisa saja aku melakukan banyak kesalahan
lupa menakar gula atau terlalu banyak menuang air panas


ada juga yang berdiam hening seperti riak ampas kopi 
di dasar gelasmu, bersabar menunggu turun ke permukaan
agar tak ada getir yang sesekali mungkin akan terhisap

rasa-rasanya kemarin aku mengalami juga hal seperti ini
kemarin dan kemarinnya lagi, bahkan jauh sebelum hari ini
aku menunggu juga waktu-waktu 
dimana segalanya akan sampai, akan terasa dekat ke mataku 
ke jantungmu tempat beristirahat


aku melihat jarum jam di tanganku berjalan mundur
dan tak juga kurasakan (lagi) detak pada jam tanganmu


sementara hujan terus bersemayam di dalam dada
dan kuharap kau seseorang yang pintar menjaga rahasia:
(bahwa waktu telah lebih dulu sakaratul daripada nyawaku, nyawamu, 
dan nyawa kau yang melihat ke arahku dan kearahmu)




jakarta, 2012