Catatan Perjalanan

angin dari selatan bertiup ke utara
dan gemuruh menjelma mantra
seperti dalam dongeng kuno:
nestapa dan pertanda, firasat dan cuaca.
(maka bagaimana
mesti kutafsirkan hujan
jika basahnya karena air mata)

sedang penyair telah pergi
sedang penyihir telah mati
aku merasa kepergian yang ditangiskan
akan menjadi kutukan
dan doa yang tak diaminkan
akan karam sebelum terkabulkan

lalu sebuah saja frase dari
sajak halaman itu barangkali
bisa membuat kota telah kembali
ke semula.
namun lampulampu terlanjur padam,
kota telah rapuh
dan hujan terus menerus jatuh.

(maka dengan apa lagi harus kutamatkan
kesepian,
jika yang tersisa hanya piuh malam)

disini, di tempat begini
cuaca mudah marah, perasaan mudah gerah.
lalu mengapa semua
tak ingin terjaga
jika tidur adalah melupakan.

(maka dengan apakah harus kulunaskan 
perjalanan, 
jika satu-satunya cara hanya diam)

o waktu, 
mengapa terburu-buru
sedang hari depan 
belum tampak juga di mataku


2012