Balada Sesiapa

dari jendela bus kota, sepasang mata lelawa biru
tajam mengiris mataku yang lekat pada kaca dua sisi
aku bertanya "kau darimana datangnya?"
ia tak menjawab
semesta seakan tahu, malam ini
kota akan lumrah, kali-kali akan lebih basah
dari semula

gadis kecil di trotoar dengan punggungnya

yang kotor, dan setengah kakinya ia tumpahkan pada
kaleng-kaleng permen asam manis

perempuan paruh baya membawa bungkus-bungkus kerupuk bangka
dengan dada yang tumpah di mulut bayinya
sedang surga di telapak kakinya perlahan mengikis

perlahan terhempas aspal panas

aku mencerna kesedihan satu per satu

dua per dua, tiga per tiga, 

lalu seterusnya tak dapat dihitung 
seberapa kesedihan, pedih dan luka
tertanam di tanah, lalu naik ke langit
yang niscaya disebut hujan
padahal airmata

dua lelaki petantang petenteng berteriak;
"lebih baik tolong menolong, daripada todong menodong."
persetan! semua orang tahu
muak aku. orang begitu tahu apa soal ikhlas?
pergi kau ke biak, cari ajal dan kubur tubuhmu sendiri
bilamana Tuhan pun mungkin enggan melirikmu

sepasang mata lelawa semakin tajam menatap
ia pun berkata akhirnya
"aku datang dari masa depan."


masa depan, masa depan..

aku takut menatap ke depan
takut airmata nanti bakal mahal harganya


2012