Bau
tanah sehabis hujan
dan
udara yang berhembus kencang.
Aku
menikmati hawa yang lembab
memasuki
paruparuku yang sepi.
Barangkali
kekurangan oksigen
atau
bisa jadi karena jalan ini
terlalu
sempit untuk kulewati.
Aku
teringat lagi sesobek adegan
sabuncolek
pada pertunjukkan
teater
tadi malam
: sebuah omong kosong dicuci,
got-got
mampet meruapkan nyinyir
berbau
anyir.
Seperti
bangkai janji
yang
membusuk karena tak juga terbukti.
Seperti
itu memang, hidup adalah kecemasan.
(“Tuhan,
siapa yang menciptakan pahala dan dosa?
Apakah
kita?”)
—Sebab
pada takdir aku khawatir—
Langit
kelewat mendung, sepatu kumal,
jeans
belel terkena tumpahan cat,
tubuh
yang ringkih, dan malam begitu dingin.
Aku
merasa hidup terus begini.
Selalu
begini.
Ingin
sejenak
Kurapalkan
sajak
kepada
cuaca
yang
murung, yang mendung
karena
mungkin sedang berkabung.
Lalu
pada cinta, aku tak lagi percaya.
Selain
diri sendiri,
tak
ada lagi yang paling setia.
2012