Buat Marsiti



Senja telah berangkat petang
Di persimpangan, seorang perempuan tengah gamang,
—dimana Tuhanku? Aku ingin mencium tangannya

Panggilan datang, panggilan pun datang!
Langkahnya tergesa
Menuju kerumun manusia
Ia bertanya lagi seakan
Tak pernah ada pilihan untuknya
Orang-orang hanya mengernyitkan dahi
Kemudian beranjak pergi

Di lorong batas suci, ia lepaskan alas kaki
Ia ciumi kakinya sendiri,
—Sebab anak-anaknya yang kian merantau
Tak pernah terdengar kabar—
(Mungkin lupa bahwa alamat surga
ada di bawah telapak kakinya)

Wajahnya sumringah seperti biru
Di penghujung lazuardi
Tibatiba perempuan itu tertawa dengan keras,
Lalu menangis,
Lantas tersenyum.
Di pelataran masjid,
Diamdiam ia berdoa, doa yang rendah dan tabah
(Tuhan, jangan lupakan aku..)

2012