Cuaca mulai
demam dan menggigil dengan kerdil.
Jalanan basah,
kenangan kenangan mencair.
Kepalaku terus
menoleh ke ujung jalan itu,
Berharap engkau
datang dari
Balik nyala
lampu sepeda motor.
Sementara cemas
barangkali akan berkemas
Jika kau terlambat dari waktuwaktu biasa,
Atau senyum
lega ketiga kulihat dari kejauhan
Rambutmu yang
mulai putih menyembul dari balik topi yang usang.
Tak ada
kata-kata pengantar saat
Kau sampai di
beranda penglihatan,
Hanya isyarat
jas hujan dibuka
dan kau tak
sedikitpun membiarkan aku basah.
Sementara puluhan
ribu nafasku hari ini
Telah parah
oleh dadaku yang gigil sebab
Flu yang tak
kunjung mustahil.
Tibatiba ingin
kudekap usia yang rebah di punggungmu
Dengan parau
batuk yang tabah di dadaku.
Bapak, aku
ingin terus memelukmu dari balik punggung
Dan melihat lipatan
waktu di wajahmu
Dari spion
yang cembung.
Sepanjang perjalanan
kita tak pernah
membicarakan
hal-hal yang lebih dalam
Dari sekadar
bertanya tentang persoalan sehari hari saja.
Sebab aku
tak pernah paham cara yang tepat
Meramu
pembicaraan yang hangat.
Aku hanya
ingin memelukmu dari balik punggung
Agar angin
tak punya celah membikin jarak
Agar degup
jantungku, meletup juga di dadamu.
2013