“Perempuan”
Oleh: Asmi Norma Wijaya
Sebelum memandang perihal
pro dan kontra untuk suatu kasus, dengan kata lain kita berbicara mengenai
kesepakatan dan ketidaksepakatan. Namun rasanya tidak bijak jika kita
membicarakan itu tanpa sebelumnya memandang segala sesuatu berdasarkan
substansi, bukan hanya berdasarkan atas aspek permukaannya saja. Satu hal yang
barangkali sering kita lupakan adalah bagaimana kesepakatan dan kebenaran yang
kadang bertukar tempat. Kesepakatan dianggap sebagai kebenaran mutlak,
sementara kebenaran itu sendiri dilupakan wujudnya.
Jika membicarakan perempuan,
yang paling bisa kita kenang di Indonesia adalah RA. Kartini. Seorang pejuang
perempuan dari Jepara yang membawa visi dan misi untuk kemajuan perempuan dan
kesaamaan kedudukan dalam keluarga juga pendidikan. Kartini tidak diizinkan
untuk melanjutkan sekolahnya setelah lulus dari sekolah rendah. Keadaan ini
tentulah berbeda dengan keadaan perempuan di zaman sekarang, perempuan sudah
bisa melanjutkan pendidikan sampai tinggi dan meraih impian apapun, tidak ada
yang perlu kita tuntut lagi. Lebihlah dari pada sebuah kata cukup dan yang
mungkin kita perlu lakukan sekarang adalah menghargai perjuangan beliau dengan
tidak menyia-nyiakan kesempatan memperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkannya
dalam pengabdian kepada masyarakat secara langsung.
Berangkat dari pemahaman
kita terhadap kodrat perempuan, saya teringat akan perempuan pada zaman nabi,
yang cerdas juga berani, Nailah binti Al-Farafishah, istri dari khalifah Ustman
bin Affan. Nailah bukanlah seorang pendekar, bukan pula seorang petarung. Namun
dengan gagah ia rebut pedang dari tangan musuhnya, tak juga ia khawatir dan
cemas akan jemari cantiknya yang terputus karena sabetan pedang dari musuhnya.
Ia tangisi dan usap jenazah suaminya dalam pangkuannya. Tak ada yang paling
bisa ia lakukan lagi, selain berdoa dan Allah senantiasa mengabulkan doanya.
Perempuan adalah sesuatu
yang rumit, kadangkala ia terasa lembut kadangkala ia adalah serigala yang siap
menerkam jika terluka. Perempuan adalah dua mata pisau yang mempunyai sisi
berbeda namun saling berdampingan. Begitu pula, ketika kita hendak bertanya
apakah keistimewaan yang diberikan Allah kepada perempuan?
Sungguh
bilamana kita mau sejenak merendahkan hati, memahami lebih dalam sebuah tujuan
yang hendak disampaikan Allah untuk melindungi dan menaikkan derajat seorang perempuan
itu sendiri. hal ini tentu sudah difirmankan Allah di Al-Qur’an:
“Wahai Nabi, suruhlah isteri-isterimu
dan anak-anak perempuanmu serta perempuan-perempuan yang beriman, supaya
melabuhkan pakaiannya bagi menutup seluruh tubuhnya (semasa mereka keluar);
cara yang demikian lebih sesuai untuk mereka dikenal (sebagai perempuan yang
baik-baik) maka dengan itu mereka tidak diganggu. Dan (ingatlah) Allah adalah
Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.” (Al Ahzab:59)
Selain
itu, perintah Allah mengenai kewajiban bertudung termaktub juga dalam ayat dan
surat yang lain:
“Hendaklah mereka menutupkan
kain tudung ke dada mereka” (An Nur:31)
Dalam
sebuah pernyataan yang mungkin sangat jelas, tidaklah bagi kita berhak untuk
menawar pernyataan-Nya. Perempuan yang menutup auratnya dengan tudung sampai
dada praktis seorang perempuan yang cerdas. Cerdas dalam ketaatannya, cerdas
dalam emosionalnya juga tentu dalam sikapnya. Saya tidak hendak menggurui
sesama perempuan lain. Namun, seorang perempuan yang cerdas akan “ngeh”
terhadap anugrah tersebut. Dan ke “ngeh”an tersebut tidak cukup hanya disadari
saja, melainkan ditindaklanjuti dengan menjaganya, melindungi dirinya sendiri
sebab seorang perempuan harus tahu betul bagaimana merawat “permata” yang
dimilikinya dengan ketaatan kepada pencipta.
Hal ini tentu saja menjadi sebuah
polemik, apalagi jika terkait persoalan pro dan kontra Miss World yang
rencananya akan dilaksanakan di Bogor, Jawa Barat mendatang. Pada wacananya,
Miss World adalah sebuah ajang kontes kecantikan dengan tidak mengabaikan aspek
kecerdasan intelektual dan aspek pandangan maupun pola pikir dari seorang
perempuan untuk sebuah kemajuan dunia. Untuk mempersiapkan kontes ini, tentunya
para kontestan dibekali oleh pengetahuan-pengetahuan dan sebuah produk attitude yang wajib dimiliki oleh
seorang pemenang dari kontes Miss World tersebut.
Kontes ini diikuti oleh
perwakilan-perwakilan dari berbagai negara, misalnya Inggris, Belanda, Nigeria,
India, dll. Namun coba tilik lebih dalam lagi, bagaimana pengetahuan mengenai
pokok yang paling penting yang perlu dimiliki oleh seorang manusia, terutama perempuan.
Pokok atau dasar yang perlu dimiliki oleh seorang manusia terutama perempuan
adalah pengetahuan mengenai Pencipta dan nilai-nilai luhurnya sebagai manusia.
Kita ambil contoh, dalam salah satu prosesi kegiatan Miss World, diadakannya
kontes baju pantai.
Seorang pejabat yang berasal dari Jawa Barat
memberi tanggapan akan pro dan kontra Miss World yang akan diadakan di
Indonesia, ia pernah mengatakan kepada media, bahwa “Tenang saja, dalam kontes baju pantai ini tidak akan mengundang nafsu
kok, baju pantai ini akan menutup aurat.” Mungkin pernyataan pejabat tersebut
akan terdengar lucu bagi seorang yang paham mengenai batas aurat seorang
perempuan.
Kontes baju pantai tidak ada korelasinya
dengan prestasi seseorang dalam tingkat kecerdasannya. Meskipun sesi itu
dilakukan di ruang tertutup dan tidak ditayangkan di televisi lokal. Tapi hal
ini menjadi semacam bumerang untuk perempuan itu sendiri apalagi dalam rangka
mengatasnamakan negaranya. Jika kita mau meluaskan pandangan, dan percaya,
sesungguhnya konspirasi zionis itu sangat amat terasa dekat dengan kita.
Ancaman-ancaman Israel menyergap dan lindap di berbagai aspek kehidupan, baik
dalam teknologi, tayangan televisi, produk pangan, dan masih banyak lagi, salah
satunya ajang kontes Miss World ini. Visi mereka adalah menjauhkan umat Islam
dari Al-Quran, dari ajaran-ajaran Tuhan. Mereka akan lebih “menyerang” kepada
kaum perempuan, disebabkan beberapa hal: pertama, perempuan adalah tonggak
kehidupan, kelak seorang perempuan akan jadi ibu, sekolah pertama bagi generasi
berikutnya. Kedua, penduduk Indonesia sebagian besar terdiri atas perempuan.
Sederhananya, jika perempuan sudah rusak, maka rusaklah sebuah bangsa. Perlu
digarisbawahi, Indonesia adalah ibu dari negara umat Islam, dengan penduduk
yang mayoritas muslim. Bagaimanapun seorang perempuan perlu menjaga izzah
dirinya, tidak bisa untuk tidak terhindar dari aturan agama.
Anggaplah
kontes Miss World sebuah ajang yang positif bagi pemasukan devisa negara,
karena secara praktis Indonesia akan lebih dilihat dan dipandang dunia, baik
dari segi wisata, budaya, kesenian, dan masih banyak lagi. Namun ada baiknya,
jika rentetan hal-hal positif tersebut kita alihkan ke dalam cara yang lebih
terhormat di pandangan Tuhan, di hadapan Allah SWT, bukan di pandangan manusia.
Perempuan masih bisa melestarikan hal-hal tersebut dengan upaya yang lain,
yaitu dengan mempelajari dan melestarikan budaya yang dimiliki oleh bangsa ini,
belajar dan melebarkan sayap untuk hal-hal yang lebih baik tentunya semua itu
akan berjalan dengan lancar jika mendapat ridho-Nya. Apalah arti kecerdasan dan
kecantikan jika Allah tidak suka.
Banyak
hal yang bisa perempuan lakukan untuk meningkatkan kualitas diri, kualitas
masyarakat, dan yang terpenting kualitas dalam berketuhanan, misalnya dalam lomba-lomba
Tilawah Qur’an, lomba kaligrafi, dsb. Barangkali untuk sebagian orang,
lomba-lomba tersebut dipandang kuno dan tidak mengglobal. Padahal lomba
tersebut bisa diimbangi dengan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, yaitu
seperti kaligrafi dalam bentuk digital. Atau ajaran-ajaran Islam yang
aplikasikan ke dalam cara untuk melestarikan budaya yang sudah tersedia di
negri tercinta ini, tanpa mengurangi toleransi perempuan terhadap saudari
sebangsa.
Barangkali
tepat, jika kontes tersebut dinamakan Miss World, yang mengandung kata “World”,
dalam bahasa Indonesia berarti “Dunia”, tanpa mengingat bahwa dunia bersifat
fana, tidak kekal, dan akan menjadi sia-sia jika ceroboh memaknainya, tanpa
mencoba untuk mengingat bahwa dunia hanyalah kesementaraan tempat kita singgah
dan bercengkrama sebentar, lalu ada yang mesti kita bawa untuk pulang, untuk
kembali ke dalam kehidupan dimana perempuan adalah seorang makhluk Allah yang
akan tetap cantik, tetap awet muda jika kita bisa membawa amal-amal yang baik,
amal-amal yang diridhoi-Nya.
Kembali
kepada perbedaan antara kesepakatan dan kebenaran. Sebagai umat islam,
kebenaran tertinggi terletak pada Allah, sementara Al-Qur’an dan Hadist adalah
pedomannya di negara manapun perempuan berada. Jika kebenaran tersebut sudah
menjadi pedoman mutlak, maka akan terciptalah kesepakatan bersama mengenai
penolakan terhadap sesuatu yang bisa merobohkan iman seorang perempuan, hal-hal
yang menjauhkan perempuan dari bacaan-bacaan Al-Qur’an, dan kontes-kontes yang
hanya terpaku pada materi duniawi saja.
Wallahu a'lam bis shawab..
Catatan: Tulisan ini menjadi pemenang Lomba Karya Tulis di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka