Dalam Kemarau


(untuk tubuh yang tak pernah goyah oleh peradaban)


Kini kau berjalan di setapak itu,    
Setapak yang lebih sepi dari jalan ke golgota
Juga tak lebih lebar dari lembah kalvari

Saban pagi, kau titipkan usia di jalan itu
Barangkali kabut dari mulutmu masih menyimpan peta menuju ladang
Barangkali bau bekas sisa pembakaran semalam,
akan menuntunmu tabah soal kemarau yang bermusim di tengah kebun

Burung-burung melantunkan kasmaran dan sunyi secara bersamaan
Hinggap di ujung-ujung dahan kelopak matamu,
Melipat kesedihanmu lalu berkicau begini;
“Di perapian matamu, bara menyala dengan gigih
Dan kau menunggu surga dalam cawan itu mendidih.”

Kelindan angin mengulum rambutmu jadi isyarat
Daun jati, tajam kerikil, bunga kamboja, tanah gersang, adalah surat
yang dikirimkan masa lalu ke dalam batang tubuhmu
Mengantarkanmu lagi
Pada musim-musim tua; musim dimana aku bertahun meninggalkanmu
Pada batu-batu tua; yang dikutuk menjadi aku.


(2013)