Jakarta, 30 Agustus 2013
Assalamualaikum,
wr wb,
Euis, sahabatku yang baik, aku
tulis surat ini dengan terburu-buru sebab jadwal keberangkatanmu yang sedikit
aku lupa, namun aku bersyukur masih sempat menuliskannya untukmu, jadi maaf
jika isinya agak berantakan.
Ketika membaca pesan singkatmu
bahwa kamu akan pamit untuk waktu yang lama, aku seketika jadi teringat sebuah
sajak “..hanya seorang pecinta yang tak
pernah bersedih, karena tahu ia akan ditinggalkan..” (Cecep Syamsul H). Mungkin
bukan hal yang baru bila kamu meninggalkan aku, Is, teringat moment saat ingin
ke Pare :D Namun percayalah, anugrah ini adalah sebuah kebahagiaan Allah
untukku yang dititipkanNya kepadamu. Maka tularkanlah kebahagianmu, dengan
kembali membawa catatan-catatanmu tentang negri itu.
Kamu yang akan menemukan banyak
teman baru disana. Ketahuilah, ada banyak jenis teman dalam hidup ini, ada
teman yang selalu ingin bicara, ada teman yang selalu ingin mendengarkan, ada
teman yang takut untuk ditinggalkan, ada juga teman yang selalu ingin menerima.
Namun mungkin aku bukanlah salah satu dari itu semua. Adakah persahabatan yang
lebih manis selain persahabatan yang dilandaskan karena kecintaan kita terhadap
Tuhan? Bukankah “kecanduan”nya Jalaluddin Rumi kepada Syamsi atas
manifestasinya kepada cahaya Illahi? Barangkali kita tidaklah sanggup
seperti itu, tapi aku telah mengambil banyak pelajaran dari seseorang
sepertimu, Is. Belajar untuk lebih baik diam daripada bicara buruk, belajar
untuk menjadi pendengar yang baik, belajar untuk selalu mendoakan dalam diam,
belajar tentang kebersahajaan yang sesungguhnya.
Jika ada sebuah nasihat, memberilah
lebih banyak daripada apa yang kamu terima. Maka apalah yang mampu kuberikan
untukmu? Sedangkan kamu begitu sederhana, keinginanmu mungkin tidak punya
keinginan. Aku mungkin hanya bisa mendoakanmu sembari tersenyum mengenang bertahuntahun
perkenalan kita hingga detik ini. Detik dimana kamu mencapai jalan menuju
impianmu. Begitu cepat waktu berlari, sejarah memahat ingatan kita membentuk
pola yang sulit dimengerti. Ketika berbincang denganmu, aku sering berdialog
dalam hatiku, Is. Dialognya begini “Apakah yang ada di pikiranmu saat sedang
diam begitu?” Aku sering penasaran dan selalu ingin masuk ke dalamnya,
menelusuri setiap detail isi pikiranmu yang tak terpecahkan itu. Pastilah kamu
sedang mengaitkan antara kejadian yang satu dengan yang lain, tentulah dalam
setiap kerja otakmu Allah selalu bersamamu.
Euis, menulislah apa yang ingin
kamu tulis, di saat lengang maupun sibuk, atau di tiap malam-malam menjelang
tidur. Ceritakan padaku tentang negri dengan alam yang kaya akan minyak dan gas
itu, tentang perjalananmu mencari jejak-jejak pengetahuan. Pramoedya menulis
begitu banyak buku di dalam jeruji penjara, dalam keadaan terkukung di satu
tempat yang sempit dan gelap, maka bukankah lebih banyak yang akan ditulis oleh
seseorang yang melakukan perjalanan? menembus horison dan cakrawala yang
membentang?
Suatu hari, jika bukumu berhasil
terbit, aku berjanji akan menjadi pembeli pertama yang membeli bukumu itu. Maka
bersemangatlah dalam pengembaraanmu. Jika tujuanmu adalah untuk mendalami
bidangmu kini, seperti Ibnu Batuta dengan tujuan awalnya ke Mekkah untuk
menunaikan haji namun perjalananya itu membawanya ke dalam 30 tahun yang
gemilang. Jadikan tujuanmu ini sebagai batu pertama pijakanmu untuk penjelajahan
yang lebih mempesona lagi.
Jika sewaktu-waktu sepi datang ke
hatimu, terimalah ia dengan lapang dan jangan suruh ia pergi. Sebab sepilah
yang akan memberimu jarak pada kebosanan, hingga kamu mampu bersabar sampai
Allah-lah yang menentukan dibatas mana kamu akan bisa kembali belajar. Saat
ini, akulah mungkin yang sedang sibuk menata pikiranku bahwa sepeninggalmu,
siapa lagi yang akan memberiku nasihat? Ini mungkin hanya ketakutanku saja.
Akulah kosong yang mendamba diisi, engkau isi yang selalu ingin berbagi. Maka
berangkatlah dengan suka cita, dan kembalilah menjadi seseorang yang berbeda.
Begitulah is, semoga surat ini
setidaknya bisa memberikan semangat kepadamu. Konon jika kita menyulutkan
semangat, maka kitalah yang akan paling berkobar dalam api semangat itu. Allah
SWT selalu bersama kita yang telah menuliskan nasib dan menggariskan takdir. Salawat serta salam aku haturkan kepada Muhammad Saw,
pembawa cahaya bagi kita semua. Kamu berdoa untuk yang lain saja, biar
aku yang berdoa untukmu, Is..
Wassalamualaikum,
wr, wb.