Hati-Hati Jaga Jarak

Bantal Anti Air Mata


Ada orang-orang yang memilih untuk menumpahkan kesedihannya di khalayak, dipublish di sosial media, atau bahkan dimanipulasi dengan tertawa terlalu banyak. Namun ada juga sebagian orang yang memilih untuk menyimpan kesedihannya di bawah bantal, memecahkan tangisnya di dalam dekapan malam, berharap hanya ia dan Tuhan saja yang tahu tentang itu, lalu seolah-olah air matanya bisa lunas dan piutang tentang kesedihannya telah tandas dengan ikhlas.

Bantal ini cocok untuk menangkal segala duka, lara, dendam, dan kecewa sebab cinta yang bertepuk sebelah tangan, pertengkaran dengan orang tersayang, kerisauan perihal masa depan, kesendirian tak berujung, atau bahkan nasib ekonomi yang diujung tanduk. Bantal ini mengajarkan kita untuk menjadi pejuang yang tangguh dan tak cengeng dalam mengahadapi persoalan mulai dari yang sepele sampai yang bertele-tele.
Rasanya kita memang tak butuh airmata untuk hal-hal yang tak selesai, cukup bantal anti air mata yang akan menyelesaikan segala lara dan nestapa. Semoga..
#



Kursi Anti Sakit Hati






Apa yang biasa kita lakukan saat merasa sakit hati? Menyendiri? Nulis diary? Atau atau lari pagi?    
Kursi anti sakit hati ini, sangat cocok buat kamu-kamu yang dadanya sering merasa sesak dan sakit seperti dicubit gorila. Di kursi ini kamu bisa merenung dan menggunakan intuisi untuk berpikir mengikuti alur dan memfilosofikan hidup sebagai benda-benda mati atau yang yang tak dapat bergerak. Bayangkan jika kamu adalah sebuah marka jalan yang dicorat coret oleh anak-anak sekolah atau anak punk. Tubuh kamu diperlakukan seperti tak berguna dengan tulisan yang tak berbobot. Dilihat tak anggun lagi oleh para pengguna jalan. Kamu merasa sakit hati tapi tak ada yang dapat kamu lakukan selain menunggu petugas yang membersihkan dan mengembalikan tubuhmu seperti semula. Itulah, sebelum merasa sakit hati pikirkanlah apa yang menyebabkanmu begitu merasa sakit hati dan apa saja hal hal yang membuatmu untuk merasa tidak sakit hati.
Namun jika kebahagiaan sudah sulit dicari, maka tersenyum saja sendiri.
#


  Monitor Anti Bikin Males




  
Sebelum memulai mengerjakan tugas di depan komputer, ada baiknya kita menyeduh kopi dahulu agar mata terasa segar dan badan segera bugar. Jika kopi sudah siap, maka  kita boleh kembali duduk menghadap layar komputer dan kembali berkutat dengan proposal. Tapi ah rasanya kurang afdol kopi tanpa cemilan. Mungkin kita bisa mengambil satu atau dua snack di kulkas sebagai teman biar tak jenuh, biar bosan tak penuh. Untungnya masih ada cemilan yang kita sediakan buat persiapan seminggu kedepan. Akhirnya kopi siap, cemilan siap. Saatnya kembali ke proposal yang sedari tadi sudah mengemis-ngemis meminta dikerjakan. Lalu mulai memikirkan satu kalimat yang tepat untuk diketik di halaman pertama. Satu menit, lima menit. Melihat jam di dinding. Oh iya, baru ingat.  Pukul segini ada film korea yang bagus. Sayang kalo dilewatkan. Nonton tv dulu barang sejam. Barangkali tak apa, proposal masih bisa dikerjakan sehabis nonton tv, dan nanti malam juga masih banyak waktu.

Cuplikan di atas bukan lagi sekadar basa basi, dan sudah jadi hal yang sangat basi. Karena gejala-gejala tersebut, maka proyek ini membuat monitor anti malas. Monitor ini membuat si penunda menjadi tidak tidak lagi membuat alasan-alasan yang merasa perlu dimaklumi untuk menyepelekan waktu luang dan pekerjaan. Segala macam pekerjaan akan terasa memiliki bom waktu, yang jika kita menundanya maka bom itu akan meledak dan memecahkan kita berkeping-keping dan lebur dalam lelehan kesia-siaan. Waktu adalah bom, yang siap meledak. 
  #
  
Cermin Anti Lupa Diri

  




Dahulu kala, ada sebuah kisah tentang seseorang yang bernama Narcissus. Ia adalah orang yang jatuh cinta pada dirinya sendiri ketika melihat bayangannya di sungai yang airnya sangat jernih. Kadar jatuh cinta pada diri sendiri sungguh beragam. Hal itu bisa disebabkan oleh faktor ketampanan dan kecantikan di dalam seseorang, atau tidak sama sekali. Ada yang tampangnya biasa-biasa saja namun terlihat sangat percaya diri melihat bayangannya sendiri ketika melewati sebuah rumah yang kaca jendelanya dari riben, padahal pemilik rumah yang berada di dalamnya sangat heran bahkan tertawa memperhatikan orang yang mondar mandir lewat di depan rumahnya. Hal tersebut adalah gejala-gejala lupa diri.

Cermin ini mengajarkan kita untuk tak lupa diri namun selalu tetap bersyukur. Sebab kita adalah jiwa-jiwa yang dikemas Tuhan dalam bentuk yang sangat beragam. Apa yang nampak hanya kemasan belaka, yang bisa dikamuflase dengan berbagai produk brand ternama atau barang-barang yang sedang trend. Isi yang sebenarnya ada di dalam hati, sikap, dan pikiran anak manusia. Cermin ini memiliki kendali, sebab kendali adalah senjata terampuh agar tak lupa diri.
#

  
Kacamata Anti Iri




Rumput di halaman tetangga memang selalu kelihatan lebih hijau. Walaupun jaman sekarang ini sudah sangat sedikit tetangga yang punya halaman berumput, tapi tetap saja selalu kelihatan lebih hijau, entah apanya yang hijau.


Rasa iri muncul dari alam bawah sadar kita yang sebenarnya tidak menghendaki kita menjadi iri. Rasa iri muncul dari kurangnya rasa syukur, empati, kepedulian terhadap orang lain yang nasibnya kurang beruntung. Rasa iri juga bisa disebabkan oleh keinginan yang tidak berbanding lurus dengan realita. Frekuensi keinginan yang lebih tinggi dengan frekuensi realita, sehingga kita sering berkata bahwa hidup itu kejam. Bisa disimpulkan keinginan adalah sumber penderitaan. Semesta memang sengaja berkonspirasi untuk menciptakan hal semacam ini. Keinginan untuk menjadi orang lain. ketahuilah, orang yang paling menyedihkan di dunia ini adalah orang yang ingin menjadi orang lain. 

Untuk itulah, proyek ini menciptakan sebuah terobosan terbaru yakni sebuah kacamata yang bisa mengubah kita menjadi pribadi-pribadi yang percaya dengan kompetensi masing-masing. Ucapkan selamat tinggal pada apa yang sebenarnya tidak kita butuhkan. hijaukan rumput sendiri dan katakan “Selamat datang saya!” Masa depan tanpa rasa iri akan lebih mengagumkan sepertinya.
#


Ilustrasi gambar: Farhanaz Rupaidha