Sajak Pada Sebuah Melankoli

Malam menjahit gulita dari butiran bintang yang tercecer di padang matamu
Sebagai musafir dalam perjalanan ini  mungkin bisa sekedar singgah
Duduk melepas sandal, membuka kotak bekal berisi nasi dan ikan bawal
Konon perut adalah hal yang sakral untuk diobral
Maka kita berbisik saja pada angin pasang yang
Melemparkan sauh itu hingga ke tepian, soal lapar yang barangkali tak tertangkap
Oleh bengal tanggal-tanggal yang rontok di sepanjang pesisir tanpa dian penerang

Hingga kita menemu pagi lagi pada gumam pantai itu
Maka aku kini adalah pasir yang menunggu ombak membawaku sampai ke tubuh laut
Perahu layar, peluit kapal, dan terik matahari yang menghancurkanku
Menjadi partikel terkecil, menjadi lahapan ikan-ikan lapar
Dan ikan itu kini sampai tepat di padang matamu lagi

Barangkali aku pernah terlupa oleh masa, atau menjadi sebuah tokoh tanpa nama
Maka jika malam kembali pamit berpijar, izinkan aku menjelma fajar
Yang terbaring di pelataran langit itu
Menunggu suara muadzin itu
Sebab aku ingin sembahyang, menjadi makmum di belakangmu
Belajar mengucap amin pada akhir lirih doamu


2013