Puisi untuk Keponakan-keponakanku

Puisi untuk keponakan-keponakanku.


Kais:
Aku merasa menjadi ibu dengan dada yang tabah
Mengajarkanmu mengucap kata, mengeja huruf demi huruf
Vokal – konsonan - vokal, sampai kau berhasil menyebut namaku
Mengajarkanmu menghitung anak-anak tangga
Membiasakanmu shalat lima waktu, menjadi makmum di belakangku

Jo:
Aku merasa menjadi ibu dengan dada yang begitu tabah
Sabar mendengarmu bicara dengan suara yang cadel dan samar
Berpura-pura tak melihat ketika kau sembunyi karena ingin dicari
Mengajarkanmu sabar menunggu giliran di tempat permainan
Berkali menghalau tak boleh membalas perbuatan kasar
Berulangkali memberitahukanmu tak boleh makan permen terlalu banyak, meskipun engkau tak mengerti

Dio:
Aku merasa menjadi seorang ibu dengan dada yang terlanjur tabah
Menggambarkan untukmu puluhan burung dara, yang kelak barangkali bisa bebas kau terbangkan
Berulang kali memberitahukanmu hal-hal yang salah
Tak boleh minum sambil berdiri,
Tak boleh makan pakai tangan kiri
Berkali-kali mengingatkan tak boleh bicara kasar, tak boleh berteriak, tak boleh memukul adik

Aku tak tahu seberapa banyak ketabahan yang kupunya,
Yang aku tahu kalianlah ketabahan itu
Kalian adalah cahaya matahari yang menembus jendela kamarku, kalian adalah rembulan dimanapun aku bayangkan, kalian lautan yang sering kurindukan.

Jadilah samurai.. jadilah pedang yang mencabik ilmu, jadilah permata yang berani, jadilah bunga-bunga matahari yang jujur, jadilah pelangi.


22:05

23 Oktober 2014