Beberapa waktu lalu aku pergi ke rumah sakit, menjemput kakakku yang bekerja
di sana. Pukul setengah dua aku berangkat dan tiba disana pukul dua. Sekitar
setengah jam aku menunggu kakakku di depan rumah sakit sambil memperhatikan sekeliling.
Lalu mataku menangkap seorang nenek dengan tubuh yang membungkuk, menghadap
tempat sampah.
Entah apa yang ia cari, barangkali seberkas botol atau gelas
plastik. Ingin kuhampiri tapi tak kubawa sepeserpun dalam saku. Kupandangi lekat-lekat
tubunya, semakin kupandangi aku semakin jatuh cinta dan sedih. Semoga ada orang
lain yang berbaik hati.
Keesokan harinya kujemput kakakku lagi tapi tak kutemui nenek itu. Esok lusanya lagi kujemput kakakku. Setengah jam kakakku belum keluar juga, aku
pergi sebentar ke tukang jus dan tak berapa lama akhirnya kakakku datang. Saat
ingin pulang, kakakku berbisik sambil memberi isyarat dengan matanya bahwa di
belakangku ada nenek pemungut sampah itu.
Kuberikan roti dan beberapa lembar
uang lalu diulurnya tangan hitam itu, tangan yang kotor karena sampah itu tak
digunakannya untuk meminta. Ia manfaatkan segala yang ia punya untuk mencari
rezeki yang halal.
Ia tak meminta.
Ia bekerja dengan apa yang orang lain anggap
sudah tak berguna. Seketika aku ingat ibuku di rumah, mungkin usianya tak
jauh beda dengannya. Ia ucap terima kasih lantas aku pun beranjak pergi. Ia
masih memandangku sambil terus mengucap beberapa kata yang aku tak sanggup
dengar. Aku mengingat ibuku lagi.
Aku kenang tangan yang kotor itu, tangan
kotor tapi tak meminta.
Sekarang aku kangen dan sepi. Terkenang tangan itu,
terkenang wajahnya yang sayu. Kusapa ia jadi doa di malam mini. Ibu sedang apa?
Sudah makan belum? Semoga selalu sehat, Tuhan melindungimu dengan cara yang tak
kita tahu.
April 2015