HIJRAH



: Untuk mereka yang mencari dan terombang ambing dalam pencariannya.

Hijrah adalah perpindahan yang bertujuan untuk suatu kebaikan. Pada umumnya hijrah dilakukan dengan perpindahan dari satu tempat menuju ke tempat lain yang lebih baik. Seperti yang dilakukan oleh Rasulullah saw yang hijrah dari Mekkah ke Madinah. Rasul bersama sebagian dari pengikutnya hijrah dengan tujuan menyelamatkan diri dari tekanan Kaum Kafir Quraisy. 

Hijrah juga dilakukan karena sebuah alasan yang menyebabkan seseorang tidak menjadi lebih baik. Sehingga ia akhirnya memutuskan untuk berhijrah. Dalam hal itu bisa juga disebut dengan transformasi hati. Transformasi hati adalah perpindahan hati dari hati yang kotor menjadi hati yang bersih. Setidaknya berusaha untuk selalu dan terus menerus membersihkan hati dari kotoran-kotoran nafsu duniawi. Perjalanan untuk transformasi hati bukanlah perjalanan yang mudah, melainkan dipenuhi kerikil hingga batu batu besar sepanjang perjalanan hijrah ini.

Tidak mudah seseorang memutuskan untuk bisa berhijrah, melainkan dibutuhkan usaha-usaha untuk terus mendekat kepada sesuatu yang lebih baik. Dibutuhkan niat yang kuat untuk membentengi diri dari hal hal yang bisa merusak proses hijrah. Dibutuhkan konsistensi terhadap komitmen yang telah dibuat dalam berhijrah.

Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, kecuali kaum itu yang mengubah diri mereka sendiri. Lihatlah, bahwa hidayah tidak datang dengan sendirinya, melainkan dari orang yang mencarinya. Lantas apa yang menyebabkan seseorang bisa mulai melakukan pencarian terhadap hidayah? Banyak hal yang melandasinya, seperti musibah yang tidak diduga-duga, kekosongan hati, peristiwa alam, atau ilmu pengetahuan.

Seseorang yang berpikir tentu akan berbeda dengan seseorang yang tidak berpikir. Seseorang yang mengambil pelajaran dari suatu peristiwa juga tentu berbeda dengan seseorang yang berlalu begitu saja. Seseorang berpikir karena merasakan ada sesuatu yang rasanya tidak pas di hatinya, tidak masuk di akalnya, tidak selaras dengan pikirannya. Maka ia mulai  berpikir tentang kebenaran yang mutlak, kebenaran yang hakiki dan sejati. Seperti syair seorang sufi yang sudah termahsyur, Jalaluddin Rumi:
“Biarlah akalmu melayang, menerawang segala realitas. Tentu pasti ia akan mendarat di altar kebenaran. Biarlah hatimu menyelam, mendalami segala kejadian. Niscaya ia akan berlabuh di dermaga kearifan.”

Orang-orang yang melakukan perjalananan, mencari dari satu tempat ke tempat lain, hinggap dari satu takdir ke takdir yang lain untuk menemukan kebenaran, maka ia pasti akan menemukannya. Meskipun perjalanan yang dilaluinya itu penuh ombak dan badai yang akan mengombang-ambingkan, yang akan membolak-balikkan hatinya. Hari ini bisa saja merasa yakin sepenuhnya, lantas esok menjadi ragu, lusa setengah ragu dan setengah yakin.

Namun tidak patut seseorang yang sudah memutuskan untuk berhijrah dan terbolak balik hatinya lantas bersedih. Sebab memang begitulah dinamika dari skenario Allah yang memberi ujian demi ujian sebagai tanda kasih sayangNya. Allah mencintai hamba-hambanya dengan cara memberikan ujian-ujian kepada hambaNya. Bisa berupa ujian yang nyaman (kesehatan, kekayaan, banyak teman, jabatan), atau bisa berupa ujian ketidaknyamanan (rasa lapar, takut, kehilangan). Apapun itu adalah untuk kebaikan untuk diri kita.

Seseorang yang lemah adalah seseorang yang tidak tahan terhadap ujian. Akan keluar dari mulutnya satu persatu mengenai keluhan, menyalahkan orang lain dan menyalahkan takdir Allah. Orang yang lemah akan lahir di hatinya kekecewaan, kemarahan yang dapat membinasakan pikiran dan jiwanya.
Sementara orang yang kuat adalah orang yang bersabar. Bersabar bukan pula hanya bersabar, melainkan bersabarlah yang banyak. Orang orang yang sabar bukan berarti tak ada penolakan terhadap takdir. Di hatinya bisa saja ada sedikit penolakan, namun ia memutuskan untuk tidak mengekspresikan penolakan itu ke luar dirinya. Orang bersabar adalah ia yang tidak mengeluh dan menyalahkan takdir Allah. Diibaratkan seperti seseorang yang sedang melihat duri, lantas sudah membayangkan bunga mawar.

Jika sudah bersabar yang banyak, maka akan lahir penerimaan. Sebuah sikap keridhaan atas apa yang telah Allah tetapkan terhadap garis garis kehidupan yang manusia jalani.  
Pena – pena penulis takdir telah diangkat dan lembaran-lembaran takdir telah kering.” potongan hadist Rasulullah dalam riwayat Tirmidzi dan Ahmad tersebut adalah tanda bahwa takdir Allah adalah sebaik-baik takdir.

Maka terimalah segala takdir yang telah Allah rancang sedemikian baiknya. Karena penerimaan terhadap takdir Alah akan menyuburkan rasa syukur, sehingga hari hari yang selama ini terasa kering akan menjadi sejuk dengan rasa keberuntungan akan kasih sayangNya. Beruntunglah orang orang yang dilahirkan dengan keyakinan yang sudah ditanamkan oleh ayah dan kakeknya. Beruntung pula orang – orang yang diberi keinginan untuk mencari dan mengenal hakikat dirinya.

Ketika kamu terlalu lelah mengejar dunia ini, sesekali tanyakan kepada hatimu, untuk apa aku diciptakan? Siapa yang menciptakanku? Apa tujuanku hidup di dunia ini? Bayangkanlah, setiap hari 360 sendi kita bergerak,  setiap hari paru paru kita menarik nafas sebanyak 23.000 kali. Pernahkah kita berpikir siapa yang tengah mengurus dan memelihara kita tanpa pernah luput sedetikpun? Dan di jalan yang bagaimana kita sedekahkan nikmat Allah yang banyak itu?

Mengenal diri bukan hanya sebatas lancar menulis biodata, nama lengkap, tanggal lahir, agama, alamat, dan lain-lain. Mengenal diri lebih dari itu semua. Belajarlah filosofi diri dan temukanlah dirimu yang sebenarnya. Sirami jiwamu dengan nutrisi agama, sinari pikiranmu dengan cahaya ilmu akhirat dan dunia, isi badaniahmu dengan berbagi kepada sesama. Berhijrahlah dengan sesabar sabarnya perasaan dan sekuat-kuatnya keyakinan. Barangsiapa yang mengenal dirinya, tentu pasti kenal juga akan Tuhannya.

Dunia tak lain hanya tempat kita menumpang sebentar. Bagaimana mungkin kita yang menumpang namun tidak mau mengikuti peraturan dari yang punya tumpangan? Bagaimana mungkin kita hidup di bumi Allah namun tidak mau mentaati peraturan Allah? Allah tak pernah kemana-mana, ia selalu ada di hati kita. Kita lah yang selama ini meninggalkannya. Wallahu ‘alam..