KOTAK AMAL MASJID

Setiap hari selalu saja ada kabar buruk jika kita mau membuka lebar telinga kita, membuka langsung mata kita, memelototi besar-besar koran dan berita. Selalu ada yang nampak tidak sejalan dengan hati nurani. Namun kita kadang hanya berdecak, entah kesal, prihatin, atau merasa lelah, karena pusat berita hanya itu itu saja sebenarnya. Perihal keserakahan dan kerakusan manusia, kemanusiaan yang tidak adil dan tidak beradab, ketuhanan yang tidak diesakan. Betapa menyakitkannya mengetahui bahwa kita masih saja jauh dari angan-angan kita. Dari dasar negara yang kita sering sebut sebut sewaktu sekolah dasar dulu. Dasar yang kita pun menyadari bahwa kita sebenarnya sudah mengalami kebutaan itu sejak lama, ketulian mengenai cara menggunakan pijakan yang baik dan benar.

Pengetahuan sebenarnya sudah merupakan aspek yang paling besar dalam hidup kita yang hampa. Mengaku Dan tahu bertuhan satu, tapi cemas jika jumlah nominal tabungan di bank mulai menipis. Berusaha sekeras kerasnya agar yang didapatkan bisa lebih banyak dari apa yang kita kerjakan. Bahkan yang lebih parahnya memikirkan bagaimana merebut apa yang di tangan orang untuk masuk ke dalam kantong sendiri.
Kita menjadi kikir dan terlalu cinta akan dunia. Mencari - cari nominal yang paling kecil untuk pengamen yang datang di saat kita sedang asyik makan. Namun tak ragu mengeluarkan yang paling besar untuk membelanjakan produk jam tangan bermerk yang sudah menjadi idaman.

Lalu dengan mudah kita menunjuk-nunjuk pencuri, maling, rampok, jambret dan lainnya sebagai orang yang jahat dan tidak beradab. Padahal boleh jadi ada dosa kita di dalam dosanya. Bisa jadi karena ketidak sadaran kita untuk mau memperhatikan kebutuhan kebutuhan orang orang yang tidak kita kenal. Bisa jadi kita terlalu kikir dan berusaha membela diri bahwa kita juga memiliki banyak kebutuhan yang harus dipenuhi.

Karena dorongan untuk berbuat jahat selalu didasari visi tertentu, ada latar belakang yang membuat seseorang bisa mencuri. Dan pusat dorongan bisa diyakini berasal dari perutnya yang meminta diisi. Sempitnya lapangan pekerjaan, keluarga yang membutuhkan naungan bisa dengan mudah memaksa seseorang untuk melakukan apa apa yang tidak ia sukai sekalipun itu bertentangan dengan hati nuraninya.

Teringat beberapa hari yang lalu, masjid di dekat rumahku telah kehilangan kotak amalnya. Kebanyakan komentar warga adalah "Kok ya berani banget, apa ga takut kena batunya..". Begitu kira-kira, kenyataan ini cukup menyedihkan. Apakah ini dosa kita juga? Yang terlalu menguras otak ketika memutuskan untuk bersedekah, baik harta, ilmu, dan tenaga kita. Adakah orang orang terdekat kita yang masih berpikir besok bisa makan apa tidak, sementara kita masih dengan untungnya berpikir nanti akan makan di restoran mana.

Seseorang tidak akan mencuri ketika semua kebutuhannya telah tercukupi.  Terlepas dari keputusannya untuk memperhitungkan apa yang akan ia dapat setelah berhasil mencuri, ketenangankah atau kecarutmarutan batinnya. Tingkat kemiskinan harta, ilmu, perilaku seseorang kerapkali merefleksikan seberapa tinggi tingkat kekayaan harta, ilmu, dan perilaku orang orang sekitarnya. Kapitalis telah memenuhi seluruh rongga kehidupan kita. Kita menjadi begitu akurat soal pendapatan, namun begitu lalai soal pengeluaran dan kemana harta kita dikeluarkan. Seperti kita tahu bahwa harga harga semakin meninggi, namun kita semakin boros terhadap apa apa yang kita belanjakan. Hanya untuk menenangkan pikiran pikiran kita bahwa hidup kita tidak akan baik baik saja tanpa ini, tanpa itu. Kita menjadi orang yang sangat egois namun di saat yang bersamaan menjadi orang yang paling pintar menghakimi.

2015.