“Masyarakat
Sebagai Pengawas Kinerja Pemerintahan
dalam
Upaya Memberantas dan Mencegah Korupsi di Indonesia”
Oleh: Asmi Norma Wijaya
Permasalahan korupsi di Indonesia
merupakan permasalahan utama yang sudah terstruktur rapi dan sudah mengakar
kuat seperti tradisi. Berdasarkan survey dari ICW (Indonesia Corruption Watch),
negara sudah kehilangan lebih dari 6 triliun rupiah pada tahun 2014 silam
akibat kasus korupsi. Dan tentu saja hal itu berdampak pada buruknya
kesejahteraan rakyat. Karena itulah, persoalan korupsi ini harus ditindak
secara serius dengan melibatkan Pemerintah, penegak hukum pemberantas korupsi, Polri,
Kejaksaan, Pengadilan serta masyarakat untuk memberantas korupsi yang dapat menciptakan
efek pencegahan munculnya kembali praktik korupsi di Indonesia.
Kredibilitas penegak hukum pemberantas
korupsi di Indonesia juga dirasakan masih kurang maksimal dan perlu dipertanyakan
lagi. Dari survey yang dilakukan oleh Tim Change.org
Indonesia yang dilakukan dengan 40 ribu responden pada tanggal 9 Desember 2015
lalu, peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih sangat kecil yakni 7,6 %, lalu
Kejaksaan 4,7 %, dan Polri 4,22%. Kemudian peran masyarakat Indonesia dalam
mencegah korupsi pun masih sangat rendah. Indonesia, rasanya perlu bercermin pada
China yang berhasil membuat negaranya menjadi bersih dari korupsi yang tadinya
sangat marak oleh praktik korupsi.
China, dalam empat dasawarsa yang
lampau, telah banyak mengalami kerugian, triliunan uang negara yang diselewengkan
oleh pejabat-pejabat korup dari semua lapisan pemerintahan, mulai dari pejabat
kelas rendahan hingga pejabat kelas tinggi. Namun, itu semua telah jadi bagian
kelam dari sejarah politik serta perekonomian di China. Selama 6 tahun
terakhir, sebanyak 321.429 kasus pelanggaran disiplin sudah berhasil dibereskan
dan 22.000 kasus korupsi sudah berujung dengan hukuman yang setimpal. Bahkan
secara umum hanya dalam waktu 3 bulan saja kasus korupsi dapat terinvestigasi.
Lantas bagaimana cara China dalam memberantas korupsi?
China memiliki penegak hukum
pemberantas korupsi yang disebut dengan Komite Disiplin Partai Komunis China
(PKC) dengan Nii YiFeng sebagai Direkturnya. Komite Disiplin PKC tersebut mendapat
perlindungan hukum yang kuat dari konstitusi dan Pemerintah Pusat. Kinerjanya
tersistem ke dalam 5 lingkup inti, yakni di dalam tubuh Partai, Pemerintahan,
Pengadilan, Kongres Rakyat dan Konferensi Politik, kemudian Media dan Publik.
Sistem kewenangan pengawasan dan perlindungan hukum yang kuat itulah yang
membuat Komite Disiplin Pemberantas Korupsi dapat bekerja secara efisien dan
optimal.
Sementara untuk kinerja Komite
Disiplin ini, ada beberapa metode efektif untuk memberantas korupsi. Pertama,
metode pencarian serta penangkapan koruptor melalui informan. Di sinilah
pentingnya peran masyarakat China sebagai informan dalam upaya mencegah
korupsi. Bahkan menurut survey yang dilakukan oleh People’s Diary, peran informan berpengaruh hingga 90 % dalam
membantu Komite Disiplin KPC melakukan investigasi korupsi. Masyarakat bisa
dengan bebas membocorkan kelakuan pejabat yang korup dengan cara mengirimkan
surat tanpa nama ke kantor pemerintah setiap harinya.
Kedua, proses interogasi koruptor dari
Komite Disiplin KPC dengan menerapkan metode Shuanggui. Shuanggui
adalah pengadilan tersendiri di luar pengadilan resmi China. Sebuah cara kerja
yang memadukan investigasi yang tepat dengan penyiksaan dan tekanan fisik
maupun mental. Tujuannya ialah agar target mau mengaku dan membongkar kejahatan
koruptor lain yang bekerja sama. Setelah target mengaku, maka PKC akan langsung
mengumumkan pemecatan pelaku kepada publik. Dan hal itu telah jadi vonis awal
bagi target secara tidak resmi. Metode Shuanggai
ini dapat menjadi ancaman yang mengerikan untuk mencegah korupsi karena
bisa membuat para pejabat takut untuk melakukan kejahatan korupsi.
Ketiga, aturan mengenai larangan gaya
hidup mewah bagi para pejabat yang dicetuskan oleh Presiden China, Xi Jinping.
Di awal pemerintahannya, Xi melarang anggota partai mendapat perlakuan khusus. Sebab
gaya hidup mewah dapat menjadi pemicu tindakan korupsi dan dapat membuat jarak
pemisah antara partai dan rakyat. Larangan gaya hidup mewah bagi para pejabat
juga turut melibatkan kontribusi masyarakat secara aktif. Di era internet yang
semakin berkembang cepat ini, masyarakat bisa memajang foto dan informasi
seputar aksi kesewenang-wenangan serta gaya hidup mewah para pejabat. Terlebih
bagi para blogger dan jurnalis yang sangat gencar dan aktif dalam gerakan anti
korupsi. Dengan adanya informasi yang tersebar dari masyarakat di internet, maka
bisa membantu pengungkapan gejala awal adanya praktik korupsi dari pejabat yang
bersangkutan.
Keempat, hukuman yang setimpal bagi
para pelaku korupsi tanpa tebang pilih. Hukuman untuk para koruptor pun
beragam, mulai dari dipenjara, pengurasan harta benda untuk memulangkan uang
negara, serta dieksekusi hukuman mati. Hukuman yang berat seperti itu, tentu
saja dapat menimbulkan efek jera bagi para koruptor dan menimbulkan ancaman
serta ketakutan bagi para pejabat yang berniat melakukan korupsi.
Lantas bagaimana jika metode
pemberantasan korupsi di China kemudian diterapkan di Indonesia? Bisakah
Indonesia mengadopsi cara penindakan korupsi untuk mencapai negara yang bersih dari
korupsi? Kemudian bagaimana peran aktif masyarakat dalam upaya mencegah
korupsi? Nah, berikut ini adalah beberapa hambatan dan hal-hal yang seharusnya
dilakukan bersama dalam upaya penindakan serta pencegahan korupsi.
Pertama, pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden yang menggunakan jalur pemilihan umum dengan kampanye modal besar
memicu adanya praktik korupsi yang berkelanjutan. Pemimpin yang menang dan
sudah mengeluarkan banyak uang pasti berharap akan balik modal dan meraup
keuntungan sebesar-besarnya ketika sudah menjabat. Peran masyarakat dalam hal
ini sangatlah penting sebagai penentu siapa yang akan bertanggung jawab duduk
di kursi pemerintahan. Masyarakat harus kritis terhadap informasi seputar
calon-calon pemimpinnya agar tidak salah pilih. Jika perlu masyarakat meminta
perjanjian hitam di atas putih terhadap calon-calon pemimpin untuk melakukan
transparansi anggaran negara jika sudah terpilih kelak. Serta perjanjian yang
berbunyi jika dalam kurun waktu tertentu korupsi tidak bisa dituntaskan atau
malah semakin parah, maka pemimpin yang sudah menang harus berani mengundurkan
diri dan mengganti kerugian negara akibat korupsi.
Kedua, lemahnya perlindungan hukum
bagi penegak hukum pemberantas korupsi yang berakibat pada lemahnya kinerja KPK
dalam memberantas korupsi. Keterbatasan personil KPK serta ketidaksolidan antara
sesama penegak hukum pemberantas korupsi, yakni, KPK, Polri, Jaksa, dan Hakim
juga menjadi penghambat sekaligus tantangan bagi KPK dalam memberantas korupsi.
Polri seharusnya jadi pelindung bagi KPK, begitupun pada Pemerintah Daerah yang
tidak boleh membatasi wewenang investigasi kasus korupsi. Pemerintah harus
membuat perlindungan hukum yang kuat dan sistem wewenang yang jelas bagi para
penegak hukum pemberantas korupsi. Masyarakat pun harus kembali berkontribusi
melibatkan diri dalam membantu KPK. Masyarakat bisa bertindak sebagai informan
yang melaporkan kasus korupsi. Dan KPK pun harus terbuka kepada masyarakat
dalam memproses investigasi kasus korupsi yang terjadi di seluruh daerah di
Indonesia.
Ketiga, lemahnya perlindungan hukum
untuk masyarakat dalam melakukan pengaduan mengenai kasus korupsi. Lemahnya
perlindungan hukum jangan sampai menjadi hambatan untuk takut bersuara. Jika
pengaduan secara langsung kepada pihak berwenang kurang mendapat tanggapan,
maka internet dan sosial media bisa menjadi alternatif yang diandalkan. Selain
itu, masyarakat Indonesia juga perlu mengadakan kampanye-kampanye serta seminar
anti korupsi secara menyeluruh dan kontinyu. Tujuannya adalah menumbuhkan
kesadaran secara kolektif untuk memberantas dan mencegah korupsi di Indonesia.
Jika Indonesia mau menerapkan cara
pemberantasan korupsi seperti di China, maka bukan tidak mungkin Indonesia bisa
menjadi negara yang bersih dari korupsi, makmur, dan sejahtera. Tugas
masyarakat adalah mengawasi jalannya pemerintahan agar tidak ada korupsi yang
menyelewengkan uang negara. Karena itulah peran masyarakat dalam upaya mencegah
korupsi sangat penting. Masyarakat pun jangan mudah disuap dan dibeli suaranya.
Masyarakat harus senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila serta
mempertahankan harkat dan derajat bangsa Indonesia. Adapun pemerintah bertugas
untuk memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. []
Daftar
Pustaka