/ Untuk Ibu /
Aku mungkin bukan lagi seorang yang mudah meneteskan air
mata ketika teringat akan kenangan tentang ibu. Air mataku kini menjelma
lantunan doa yang mengiringi hari hari sepeninggalmu. Jiwaku berkaca kaca
tetapi mataku memancar harapan bahwa aku akan menjadi anak perempuan kebanggaan
ibu, yang bersabar dalam ujian dan berjuang dalam kesulitan.
Ibu, dua bulan lagi aku akan menikah. Tanggal sudah
ditetapkan, berbagai persiapan telah disikusikan. Seandainya engkau masih duduk
di sampingku. Ah tidak, karena engkau sudah berbahagia, semoga, dan tidak
merasakan sakit lagi.
Ibu, mohon restumu agar aku bisa menjadi seorang istri yang
baik. Doakan aku, agar keluarga kecilku kelak diliputi kebaikan dan kedamaian,
akhirat maupun dunia. Dulu, engkau selalu mengajarkanku bagaimana caranya menjadi
seorang ibu rumah tangga. Mulai dari cara memasak ini dan itu. Memasak
perkedel, sayur sop, soto ayam atau apapun itu, aku masih keras kepala hingga
tak jarang beradu argument denganmu. Kini tanpa kusadari, aku bisa memasak apa
saja. Kepandaianku memasak tidak lepas kaitannya dari
kebaikanmu mengajariku. Engkau, bu, chef terbaik bagiku melebihi chef-chef di
restoran mahal dan terkenal.
Engkau pun mengajariku cara mencuci, memisahkan pakaian
putih dan berawrna, cara mencuci bagaimana bisa menghemat air tapi pakaian
tetap bersih dan wangi. Pun kau ajarkan kepadaku cara memenej keuangan dengan
cermat dan teliti. Engkau, bu, dosen manajemen ekonomi terhebat bagiku melebihi
dosen-dosen terbaik yang mengajar di universitas ternama.
Ibu, terlalu banyak kenangan tentangmu di setiap sudut rumah
ini. Wajah tuamu selalu terbayang ketika aku masuk ke dapur, ketika aku ke
kamarmu untuk merapikan sprei dan bantalnya, dan aku ingin bicara denganmu lagi
melalui doa-doaku.
Sebentar lagi, aku akan meninggalkan kenangan-kenangan di
rumah ini. Lalu hidup bersama seorang yang akan menjadi penggenap imanku, yang
aku akan mengabdi padanya, yang aku akan ingat kebaikannya dan aku lupakan
keburukannya.
Ibu, aku tengah merasakan debar yang kencang memenuhi
dadaku. Barangkali sama seperti debarmu dulu ketika akan menikah dengan Bapak.
Aku tidak tahu perjalananku menjadi tua. Tapi aku telah menyerap banyak hikmah
dari jutaan peristiwa yang terjadi di hidupmu dan Bapak.
Ibu, kelak akan lahir dari rahimku anak-anak zaman. Cucumu
akan mengunjungiku dan memberi salam kepadamu. Tersenyum dan berbahagialah. Aku
selalu mendoakanmu dan takkan pernah melupakanmu, Insyaa Allah.
Seperti pesan
terakhirmu, “Jangan menangis, doakan saja ibu.”
#Jakarta, malam hari. Saat lelah tapi semoga lillah dan berkah.