Kutulis apa yang kurasakan untuk diriku yang
sedang bersedih karena terkena migrain. Dan untuk diriku yang sedang berbahagia
karena cicilan laptopku akhirnya lunas.
Ini kali
pertamanya aku terkena migrain dalam hidupku, seakan ada sesuatu yang hidup di
kepala bagian kanan belakang. Hal ini tentu sangat mengganggu ketika migrainku
sedang parah-parahnya, tapi aku sudah kadung janji dengan seorang teman untuk
hadir sebagai juri lomba melukis di acaranya.
Sedang
menjuri kepala berdenyut, sedang bicara kepala berdenyut. Sedikit
kuhentak-hentakkan telapak tanganku ke kepala, berharap migrain itu akan reda.
Namun bukannya menjinak, migrain itu seakan bertambah liar. Semakin aku
melawannya, migrain itu seperti ikut melawan juga, malah galakan dia.
Sepulang
jadi juri, migrainku bertambah parah, obat yang kuminum pun tak mempan untuk
mengatasi migrain ini. Kubawa shalat, itu pun tak khusyuk karena rasa sakit
yang tak karuan.
Lalu aku
sedikit berpikir (karena jika terlalu banyak, aku khawatir migrain ini malah
semakin menjadi.). Aku sedikit berpikir, bahwa ternyata aku lupa mengenai Law
of Atrraction, hukum keikhlasan kuantum di alam semesta. Tidak seharusnya
aku melawan dan bersedih atas apa yang telah Tuhan beri, walaupun itu dalam
bentuk migrain. Karena ketika migrain itu berdenyut, sontak mulutku pasti
langsung menyebut, istighfar-istighfar.. Bukankah itu bagus?
Lalu aku
aplikasikan kemampuan berserahku dengan menantang migrain itu. Kali ini aku
tidak melawannya, tapi aku persilahkan ia datang ke kepalaku. Migrain,
datanglah.. Aku tidak takut. Akan kutanggung dirimu dengan keikhlasanku
padaNya. Sang Maha Pemberi Migrain.
Benar
saja, migrain itu semakin sering datang. Ternyata ia memenuhi panggilanku.
Sudah 2 hari migrain masih singgah di kepala bagian kanan belakang. Ternyata ia
tidak mempan oleh kepasrahanku. Barulah kusadari, mungkin aku belum benar-benar
ikhlas dan pasrah. Toh nyatanya aku jadi berat berdiri melaksanakan shalat
karena migrain itu.
Lalu aku
berpikir lagi, kali ini sedikit kuperbanyak pikiranku. Ya, sekarang aku tahu
apa yang akan kulakukakan. Melawan migrain itu dan menyerahkan skornya kepada
"sang Wasit". Allah Ta'Ala.
Sebelum
tidur di malam hari aku berdoa "Ya Allah terima kasih telah mengizinkan
aku berbaring di malam ini untuk melepas lelah. Aku ikhlaskan migrain ini
menimpaku, aku bahagia sebab jadi tahu bagaimana rasanya migrain itu. Tapi
seandainya boleh memilih, tolong angkat migrain ini dari kepalaku dan jadikan
sebagai penggugur dosa baginya. Serta bangunkan aku pada pukul 2 malam nanti,
aku ingin sujud dan berdoa padaMu."
Pukul
02.00 tepat aku bangun. Luar biasa, Allah mengabulkan do'aku. Tapi rasanya aku
tak sanggup menahan kantuk hingga aku pun tertidur lagi. Memang kurang ajar
betul hambaMu yang satu ini. Sudah meminta dan dikabulkan, malah ngaret. Satu
jam kemudian aku baru benar-benar bangun, aku telat satu jam dari
perjanjianku dengan Tuhan.
Dan di
malam ini aku merasa benar-benar kurang ajar, dalam do'aku aku meminta banyak
sekali. Shalat 4 rakaat, mintanya banyak sekali. Tapi malam itu, aku benar
benar bahagia.
Di pagi
harinya, entah kenapa tidak ada yang berarti, kepalaku masih migrain, tapi aku
mencoba untuk mengalihkan pikiranku pada hal hal yang menyenangkan dan
melupakan bahwa aku sedang migrain. Siang harinya aku minum obat lagi,
lalu sorenya migrainku pun akhirnya mulai mereda. Alhamdulillah, aku sangat
bersyukur. Kini aku tahu rahasianya hidup ini : Semakin kuat keinginanku
akan sesuatu, semakin kuat pula aku harus mengikhlaskan sesuatu itu.
#Ditulis dari laptop yang cicilannya sudah
lunas#
Jakarta, 27 April 2015
Jakarta, 27 April 2015