Hari ini, persisnya hari-hari yang kemarin juga adalah
hari-hari yang diliputi kemalasan. Kemalasan untuk produktif karena pikiran
rasanya kosong hendak melakukan apa-apa. Dimulai dari bangun tidur, hanya
mengurus pekerjaan domestik yang sudah cukup membuat bahagia. Bahagia karena
mengingat balasan-balasan pahala yang mengalir sehabis mendengarkan ceramah
mengenai dahsyatnya seorang istri yang melayani suami. Iming-iming itu rasanya
membuat saya menjadi malas untuk menjadi produktif di luar urusan pernikahan
dan domestik. Pertanyaan mengapa sudah hendak saya luncurkan sejak jauh-jauh
hari. Jauh dari ibu kota dan tinggal di desa yang sunyi dan sangat damai ini
membuat saya merasa baik-baik saja tanpa perlu saya merasa bekerja lebih keras.
Proses adaptasi yang saya butuhkan memang sungguh lama
sekali. Tetapi sekaligus, membuat saya merasa nyaman sehingga saya merasa aman.
Namun tak jarang juga saya diliputi kebingungan-kebingungan, sebab sebelum
menikah saya benar-benar merasa sibuk dan kelelahan setiap harinya. Dan weekend
menjadi sesuatu yang mahal harganya, pada weekend, saya akan beristirahat
sepuasnya sambil sesekali menyelesaikan pekerjaan untuk agenda di sekolah untuk
satu minggu ke depan. Saya merasa telah meninggalkan seluruh diri saya di
ibukota dan menjadi seseorang yang bukan siapa-siapa di tanah Jogja ini.
Namun di luar itu semua sebenarnya, nyatanya sedang ada
perjalanan dalam diri saya yang orang-orang tidak tahu dan bahkan diri saya yang
tidak saya diri sendiri. Perjalanan itu mungkin adalah perjalanan terpanjang
saya dan akan saya lakukan seumur hidup. Perjalanan mencintai, dan saat itu juga saya
mendapat mandat dari diri saya untuk berkomitmen dan memutuskan untuk
mementingkan kebutuhan orang itu lebih dari kepentingan saya sendiri. Keputusan
untuk mencintai seseorang lebih dari saya mencintai diri saya sendiri.
Kata seorang teman, mencintai tak pernah mudah. Karena kalau
mudah namanya bukan cinta, tapi hanya ingin main-main saja. Sementara
pernikahan bukanlah main-main sementara, pernikahan adalah keseriusan untuk
selalu konsisten memberi dan menerima. Pemberian adalah satu-satunya yang saya
punya saat ini, sebab bahkan orang yang saya cintai saat ini pun sebenarnya
tidak saya punyai. Lalu penerimaan adalah sesuatu yang mesti saya bayar dengan
hati ikhlas untuk mendapatkannya. Manusia bukan malaikat, bukan juga syaitan.
Manusia bisa jadi baik dan sesekali bisa jadi seseorang yang tidak kita
kehendaki.
Saya sedang belajar untuk meredam apapun dan menyingkirkan
seluruh ego yang sudah tertanam dalam diri saya semenjak saya dilahirkan ke
dunia ini oleh ibu saya. Pohon ego itu terus menerus besar dan sudah semakin
kokoh sehingga selalu saja ada benteng yang membuat orang lain atau
sekurang-kurangnya kehendak orang lain untuk masuk dan duduk behadap-hadapan
dengan saya. Berulang kali saya minta tolong kepada pohon ego itu untuk segera
melunak dan tak jarang saya patahkan rantingnya, saya gergaji batang-batangnya untuk
membuat orang yang saya cintai ini merasa lebih nyaman dan bahagia. Kesemua itu
memang tak mudah dan membutuhkan usaha keras. Adakalanya usaha saya itu
membuahkan hasil dan adakalanya gagal begitu saja. Tapi saya percaya tidak ada
yang sia-sia.
Ya, saya sedang berjalan di jalan ini. Karena untuk saat ini
hanya ini satu-satunya jalan yang saya
temui dan lalui, tentunya dengan kapasitas diri yang bisa saya nilai bahwa saya
memang harus melewati jalur ini. Saya tidak tahu kapan akan sampai tapi saya
sadar bahwa saya sudah memulai dan berangkat dengan hati yang lapang dan perbekalan
yang mungkin tak akan pernah cukup. Bekal-bekal itu adalah mental yang terbuat
dari kesulitan dan rasa sakit. Dan yang dapat melonggarkan dada serta
meringankan nafas saya adalah saya tahu saya sudah tidak berjalan sendirian dan
merasa kesepian lagi. Saya berjalan berdua dengan seseorang yang saya percaya
bahwa ia bisa memandu saya melewati berbagai macam pernak pernik kehidupan baik
yang profane maupun jangka panjang.
Kemalasan saya mudah-mudahan hanya kesementaraan, sebab saya
amat sangat tahu esok hari akan ada sesuatu yang membuat saya merasa sibuk dan
lebih produktif daripada saat ini. Saya hanya berusaha untuk menikmati bab
hidup saya yang ini. Pengenalan akan tokoh-tokoh baru juga pemahaman atas latar
belakang tempat adalah sesuatu yang tidak bisa saya elak lagi. Dan untuk
kesemua itu waktu adalah penolong yang baik untuk diri saya. Saya pun mesti
menabung banyak rasa syukur atas pemberian Tuhan yang tidak bisa saya hitung
lagi jumlahnya. Setidaknya untuk yang satu ini saya tidak merasa malas.