Aku ingin untuk sesekali membuat sajak di tempat ini
Hasilnya tak begitu bagus, hanya seperti amarah yang keluar secara sembrono
Tidak terlihat seperti layaknya sebuah sajak,
tapi lebih terlihat seperti seonggok kertas basah yang luruh karena keringat
Tinta-tintanya mencair, tasku sudah kepalang banjir oleh duka
Dan kenangan rasanya semakin berat saja di pundakku
Di harmoni, berbagai kepala rasanya terlihat sama.
Kubayangkan didalam kepala mereka bergambar rumah dengan sofa yang empuk,
di hadapannya tersedia jus jeruk dengan gelas berembun
dan televisi yang menanyangkan berita-berita terkini,
kaki-kaki mereka selonjor,
merokok klepas-klepus, berbicara kesana kemari,
tentang hidup, tentang bos-bos mereka yang cerewet, atau
tentang gaji yang belum juga turun
atau apapun dengan segala suasana yang mereka impikan
perlu banyak fatamorgana di Harmoni
mungkin untuk obat atau
sekadar penyenang hati yang sudah terlampau borok
dan bobrok kota ini rasanya tak perlu kita pikirkan lagi
wajah-wajah kecut penjaga pintu tak usah kita hiraukan lagi
memang sudah takdirnya wajah mereka masam seperti mangga yang
tak boleh dulu dipetik dari pohonnya
atau juga mereka tak kalah frustasinya dengan kita
yang juga tak pernah bertemu dengan jalan pulang
kita juga mungkin akan lupa rumah kita dimana
karena waktu terlalu pengecut untuk berjalan dengan semestinya
ia berjalan sangat lambat sedang rencana
begitu banyak tertimbun di buku-buku agenda
di Harmoni banyak orang sakit hati, dan
halte adalah sebuah makam yang meminta kita
halte adalah sebuah makam yang meminta kita
untuk rela menuliskan nama masing-masing di atas sebuah nisan
2011